top of page

BAHASA INGGRIS JELEK, MEMANGNYA KENAPA?

Saya masih ingat di kelas empat seorang guru memanggil saya ke depan kelas untuk memecahkan soal matematika. Namun saat itu saya tidak bisa menyelesaikannya. Guru tersebut berdiri dan mendorong kepala saya dengan satu jarinya dan memanggil saya bodoh dengan suara yang keras. Saya sungguh malu karena kejadian itu dilakukannya di hadapan puluhan teman saya yang lain. Sejak kejadian tersebut saya memang berusaha keras untuk belajar matematika agar bila ada kesempatan serupa saya tidak dipermalukan lagi. Pada akhirnya saya juga sangat menyukai pelajaran itu dan dapat nilai bagus. Namun kejadian itu terus terang membuat saya trauma. Ditertawakan dan dibilang bodoh saat kecil. Hidup sungguh tidak adil.

Ini mungkin bukan hanya pengalaman saya, namun juga kebanyakan orang Indonesia. Dipermalukan hanya karena kita tidak bisa. Ditertawakan hanya karena kita melakukan kesalahan kecil. Dicap bodoh hanya karena tidak lebih baik dari orang lain. Akhirnya, kecenderungan orang takut mengungkapkan pemikirannya. Takut melakukan kesalahan. Takut membuat inisiatif terlebih dahulu. Bermain di zona aman dan akhirnya kita tidak belajar apa-apa.

Saya sering kali mendengar keluahan teman saya yang malu berbahasa inggris karena takut bila seseorang menertawakan kemampuannya yang tidak begitu baik. Seorang teman lain, tidak percaya diri dengan kefasihan bahasa inggrisnya karena begitu banyak orang di sekitarnya yang hobi mengoreksi perkataannya. Teman yang lainnya menyerah untuk belajar bahasa inggris karena orang lain menataonya dengan jijik dan bilang lebih baik dia diam saja daripada salah melafalkan bahasa tersebut. Ada juga yang jadi korban bully hanya karena dia berusaha untuk berbahasa inggris dengan baik. Seakan-akan semua orang mencari celah untuk menjatuhkan rasa percaya diri seseorang.

Saya pun bukan penutur bahasa inggris yang baik. Meskipun bisa berkuliah di Inggris, saya masih gagap bila disuruh bicara dalam bahasa itu. Saya cukup beruntung bisa lulus persyaratan bahasa inggris untuk masuk universitas dan beasiswa dengan IELTS yang Cuma 6.5, itu pun setelah percobaan kedua. TOEFL saya sebelumnya, tidak pernah mencapai 550. Sejumlah teman hobi mengoreksi pemakaian bahasa inggris yang diganggapnya tidak tepat dengan cara melecehkan.

Hal ini awalnya membuat saya khawatir. Apakah mungkin saya bisa berhasil menyelesaikan kuliah dengan bahasa inggris saya yang apa adanya ini. Jawaban akhir adalah, saya bisa lulus kuliah dengan nilai yang nyaris sempurna. Bukan karena saya pintar, tapi karena keadaan yang saya temui saat kuliah berbeda dengan ketakutan yang ada dalam diri saya selama ini.

Di negeri asalnya, saya tidak pernah mendapatkan pelecehan karena bahasa Inggris saya buruk. Saya tidak pernah ditertawakan karena berbicara terbata-bata atau pemakaian grammar saya salah di sana sini. Dosen, teman-teman, dan orang-orang di sekitar tempat tinggal saya di Newcastle, paham betul kalau saya adalah mahasiswa international, di mana bahasa inggris bukanlah bahasa ibu saya. Sehingga, mereka selalu mengapresiasi kemampuan saya untuk melakukan komunikasi dengan mereka, meskipun tidak lancar. Yang saya dengar adalah pujian, karena pada dasarnya, orang Inggris adalah penutur monolingual.

Mereka tidak pernah belajar bahasa lainnya, karena bahasa mereka bisa dipakai di mana saja. Sehingga, menemukan orang yang bisa berbicara dua atau tiga bahasa, seperti saya dengan bahasa Indonesia, minang, dan inggris, meskipun tak begitu baik adalah sebuah hal yang patut diacungi jempol. Mereka tidak pernah berharap, seorang penduduk dari negara lain bisa melafazkan setiap kata dalam bahasa inggris dengan benar dan dengan dialeg Inggris yang kuat.

Dosen-dosen di program pascasarjana Media and Journalism Universtas Newcastle selalu bilang. Bahasa inggris hanya instrumen untuk mengantarkan ide yang mahasiswa punya, namun bukan komponen penilaian mutlak. Sehingga, meskipun memiliki bahasa inggris yang tidak lancar asalkan idenya tersampaikan, mereka akan memberikan nilai terbaik. Kebiasaan dosen-dosen di Inggris adalah memberikan feedback setelah tugas tengah semester atau tugas akhir selesai dinilai. Meskipun tugas yang dikumpulkan tidak sempurna, namun mereka tidak pernah memulai feedback yang diberikan dengan pernyataan negatif. Mereka akan selalu memulainya dengan pujian lalu melanjutkannya dengan saran.

Perlakukan tersebut membuat saya dan banyak mahasiswa internasional lain yang bahkan bahasa inggrisnya jauh lebih jelek dari saya, merasa nyaman dan terpacu untuk menciptakan karya yang lebih baik pada tugas selanjutnya. Tak aneh bila universitas tersebut mendapatkan peringkat yang tertinggi di Inggris dalam hal kenyamaan mahasiswa. Suportif, itu yang mereka lakukan. Saat melakukan presentasi di depan kelas dan tiba-tiba saya tidak tahu bicara apa, teman-teman sekelas tidak mentertawakan saya. Mereka bahkan membantu menyimpulkan dan meluruskan pernyataan saya bila saya tidak berkata dengan jelas. Perlakuan yang berbeda ketika saya berada di Indonesia. Saya belajar banyak dari mereka dalam hal menghargai orang lain.

Saya hanya bisa berharap agar kondisi pendidikan yang sama juga dilakukan di Indonesia. Metode-metode pengajaran yang memungkinkan seorang siswa takut melakukan kesalahan adalah salah. Karena kesalahan adalah proses belajar. Semangati mereka untuk lebih baik, bukannya melemparkan tatapan sinis atau menertawakan. Dengan begitu, para siswa akan tumbuh dengan kreatif dan menikmati kehidupan belajarnya. Bagi yang pernah mendapatkan perlakukan seperti itu, jangan menyerah. Jangan terpengaruh dengan perkataan orang lain. Hanya dengan percaya diri, seseorang bisa meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa inggris dan di bidang lainnya.

Lalu, di laman komentar sebuah video You Tube yang menampilkan seorang penyanyi Indonesia yang mencoba menyanyikan lagu dalam bahasa Inggris, sejumlah pengunjung video menertawakan penuturan kata bahasa Inggris sang penyanyi itu yang dianggapnya salah dengan menulis komentar dalam bahasa inggris yang sebenarnya juga tidak lebih baik. Padahal menurut saya, meskipun ada kesalahan di sejumlah kata, namun kata yang disampaikan masih bisa dimengerti. Salah seorang pengunjung meminta si penyanyi memperbaiki bahasa Inggrisnya dan bilang kalau dia mestinya merasa malu. Kalau cara menyanyinya di dengar oleh penutur asli bahasa itu, dia pasti akan ditertawakan. Pernyataan yang sangat tidak masuk akal. Yang komentar mungkin belum pernah ke luar negeri, jadi santai saja.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page