top of page

DISELAMATKAN CHARITY SHOP


Saat tinggal di luar negeri, seseorang akan berubah menjadi dua golongan dalam hal gaya berpakaian. Menjadi begitu memperhatikan fashion atau tidak peduli sama sekali dengan apa yang dipakai. Saya adalah golongan kedua (hahaha). Ini adalah hal yang paling sayarindukan setelah kembali ke Indonesia. Di sana saya bisa sangat tidak peduli dengan pakaian karena orang lain pun tak ambil pusing dengan penampilan saya.

Saya tidak peduli meskipun jilbab dipakai berantakan, atau celana yang saya gunakan kumal dan dipadu dengan kaos belel. Bahkan saya pernah melakukan presentasi di depan para dosen dengan jeans yang lusuh, kemeja yang tidak disetrika, dan sepatu sandal berwarna terang kusam, tapi saya tetap bisa dapat nilai bagus. Sementara untuk memenuhi kebutuhan saya terhadap pakaian dan sepatu khusus untuk menghadapi musim dingin, saya percayakan pada charity shop.

Keberadaan toko-toko amal atau Charity Shop yang berjubel jumlahnya di wilayah Inggris, menurut saya adalah pembeda yang signifikan antara negara itu dan Indonesia. Lupakan soal salju, kebersihan, atau lalu lintasnya yang tertib. Toko-toko tersebut, telah banyak membantu mahasiswa miskin seperti saya, serta para pekerja rendahan, tuna wisma, pengemis, penyandang penyakit, pengangguran, bahkan hewan yang jumlahnya tidak sedikit di negara itu. Maklum, tidak seperti di Indonesia di mana penduduk bisa dengan mudah memperoleh sandang KW bikinan Cina, di Inggris semua barang yang dijajakan adalah merk original dan berharga mahal, high street fashion.

Toko-toko amal itu mengumpulkan buku-buku, pakaian, sepatu dan perlengkapan rumah bekas yang tidak lagi dibutuhkan pemiliknya untuk kembali dijual yang uangnya akan dipergunakan untuk kegiatan amal. Konsep ini di Indonesia memang bukan hal baru. Banyak orang yang melelang pakaian dan tas untuk mendapatkan uang kembali saat terdesak. Atau sejumlah mahasiswa yang mengumpukan dana pelaksanaan acara mereka dengan menjual baju bekasnya. Atau sejumlah penggalangan dana untuk amal yang menjual sandang milik para artis atau orang-orang kaya lainnya. Banyak toko yang didirikan untuk menampung barang-barang bekas dengan kesepakatan bagi hasil dari si toko dan pemilik barang terdahulu.

Meskipun memiliki konsep yang mirip, charity shop miliki tujuan yang lebih mulia dan dijalankan dengan sangat kreatif. Semua penghasilan toko diberikan demi amal, bisa untuk dukungan gerakan hak asasi manusia, penanganan hewan terlantar, penangangan isu gender dan anak-anak, kemiskinan, dukungan bagi penelitian kanker dan penyakit lainnya. Sementara orang yang bekerja di toko-toko tersebut tidak dibayar dan atas kemauan sendiri.

Siapapun bisa menyumbangkan barang bekasnya. Tak harus tas atau pakaian mahal, cukup sandang layak yang masih bisa digunakan oleh orang lain. Sejumlah clothing bank berbentuk tong sampah bertutup besi besar disediakan di sejumlah pemukiman agar para penduduknya bisa dengan mudah menyumbangkan barang bekas mereka.

Clothing bank tersebut akan dikosongkan pada setiap akhir minggu atau setiap dua minggu sekali oleh petugas charity shop. Bagi penduduk yang tidak bisa menemukan Clothing Bank, mereka bisa meminta petugas toko untuk datang ke rumah mereka dan mengambil barang-barang bekas itu yang ditaruh di depan pintu.

Barang-barang bekas tersebut kemudian disortir dan dihargai sesuai dengan kualitas barangnya. Kisaran harganya pun tidak tinggi, dari 25 pence hingga sekitar 20-an pound untuk pakaian, tas, dan sepatu. Harga yang lebih mahal diterapkan pada barang-barang yang lebih mahal seperti lemari atau sofa.

Tidak seperti toko barang bekas di pasar loakan Indonesia yang ditata sembarangan dan terkesan suram, pemilik charity shop menata barang-barang bekas itu dengan sangat apik dan menarik, layaknya toko-toko mahal dan terkenal. Sehingga banyak orang yang tidak akan mengira kalau toko-toko tersebut menjual barang bekas dan tidak merasa gengsi berbelanja di toko itu.

Orang-orang yang tidak punya cukup uang untuk belanja barang bermerk, bisa mencoba peruntungannya untuk membeli barang yang diinginkan di toko itu. Saya bisa menemukan coat dan jaket yang sangat layak pakai buatan merk ternama dengan harga sangat murah kurang dari Rp 100 ribu, padahal harga barang barunya di toko bisa mencapai 1,5 hingga 2 juta. Saya juga mendapatkan buku-buku bagus dan murah yang kondisinya masih seperti baru.

Bagi saya berbelanja di toko-toko tersebut bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan saya dengan biaya yang minim, namun juga sekaligus membantu orang-orang yang menjadi target amal toko-toko tersebut. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, kan. Saya berharap bisa mendirikan toko yang sama di Indonesia nanti.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page