top of page

ROMA: PARA PENIPU COLLOSEUM

Dari Budapest kami terbang ke Roma, Italia. Kami punya ekspektasi yang tinggi pada kota ini. Siapa yang tidak ingin mengunjungi kota tersebut apalagi dengan ketenaran klub-klub bolanya, makanan khasnya, dan peninggalan bersejarah romawi kuno. Namun ekspektasi tersebut terbantahkan ketika kami memasuki stasiun kereta bawah tanah Roma menuju ke penginapan.

Tidak seperti kota-kota laindi Eropa, stasiun kereta Roma tampak suram, kotor, dan berbau. Penunggu penginapan kami mengingatkan untuk selalu berhati-hati ketika berkeliling Roma karena pencuri dan penipu tersebar di mana-mana. Sudah banyak cerita turis yang kehilangan tas dan dokumen pentingnya saat berkeliling Roma dan kota lain di Itali. Kami juga sempat terkena penipuan untung tidak banyak.

Ekspektasi kami semakin runtuh ketika mengunjungi lokasi bersejarah yang paling dicari turis yaitu Colloseum. Bangunan tersebut memang megah seperti yang sering digadang-gadangkan namun banyaknya turis dan penjual souvenir yang berlalu lalang menyesakkan area tersebut membuat saya tidak bisa menikmati keindahan tempat itu. Saya selalu berpikir, sebagus apapun sebuah tempat bila terlalu banyak turis yang datang ke sana setiap waktu, tempat tersebut akan kehilangan daya tariknya.

Kondisi yang sama juga kami rasakan di reruntuhan bersejarah lainnya, seperti Pantheon, Piazza Navona, Piazza del Polopo, Altare della Patria, Piazza Venezia, Piazza di Spagna, Roma Forum, Spanish Step, dll yang tersebar di kota Roma. Selain terlalu banyak turis, kunjungan kami tidak terasa nyaman karena banyak tempat bersejarah yang tidak bisa dimasuki atau dinikmati dengan bebas oleh mata akibat pembatas pekerjaan konstruksi, seperti di Trevi Fountain. Padahal saya sudah meniatkan untuk melemparkan koin di air mancur yang indah itu. Konon, mereka yang berkesempatan melempar koin ke dalam air mancur itu, akan terkabul doanya agar bisa kembali ke Roma di lain waktu.

Saya tidak habis pikir mengapa pekerjaan renovasi dilakukan pada masa-masa ketika jumlah kunjungan tinggi. Pada musim semi, meskipun jumlah kedatangan tidak lebih besar dari pada ketika liburan musim panas, tetap saja Roma dipadati pengunjung. Di situasi seperti ini seharusnya pekerjaan renovasi sudah beres. Teman saya yang lain bilang bahwa pekerjaan konstruksi di air mancur tersebut sudah dilakukan sejak tahun sebelumnya, dan hingga saya datang kegiatan pembangunan masih berjalan.

Meskipun demikian saya mengapresiasi penduduk kota Roma yang mampu tinggal berdampingan dengan peninggalan bersejarah. Meskipun umumnya bangunan-bangunan tersebut berada di sekitar perumahan penduduk namun tidak ada bangunana kuno tersebut yang dirusak. Semuanya terawat dan terjaga keasliannya.

Bagi pecinta serial Percy Jackson, berada di Roma adalah sebuah kesempatan yang sangat menyenangkan, namun tidak dapat menikmati keindahan bangunan peninggalan bangsa Romawi Kuno dengan tenang adalah sesuatu yang disesalkan.

Di sela-sela konsultasi disertasi, supervisor saya bilang, bila mau melihat peninggalan Romawi Kuno jangan datang ke Roma tapi ke Tunisia.Tunisia memang berada tak jauh dari Italia, hanya terpisah selat kecil.Tak aneh bila kebudayaan romawi kuno bisa sampai di negara di bagian utara Afrika tersebut. Tunisia juga punya Colloseum atau Pantheon yang kondisinya masih terawat dan yang terpenting tak banyak orang yang datang ke daerah tersebut karena letaknya yang jauh dari kota dan pemukiman. Saya harap bisa mengunjunginya dalam waktu dekat.

Tempat lainnya yang harus dikunjungi di Roma adalah Vatikan.Daerah ini seakan punya wewenang pemerintahan sendiri padahal letaknya di dalam wilayah Roma. Bangunan utama di Vatikan, St Peter Basilica, benar-benar megah dari luar tapi saya enggan masuk ke dalamnya. Selain perlu keluar duit yang lumayan, pengunjung harus mengantri sangat lama agar bisa masuk ke dalam bangunan itu. Seorang turis yang saya temui sudah mengantri sejak subuh dan baru kebagian masuk pada sore hari padahal sudah membeli tiket jauh hari. Tapi bisa berada di salah satu setting serial Langdon yang dikarang Dan Brown benar-benar membuat saya takjub.

Itali juga digadang-gadang sebagai negara kuliner. Namun di Roma satu-satunya makanan yang bisa kami bilang enak tanpa ragu hanya gelato dan pizzanya, sedangkan spaghetti dan pasta yang kami makan tidak pernah pas di lidah padahal restoran yang kami kunjungi masuk dalam rekomendasi trip advisor. Bahkan spaghetti gratis buatan hostel kami terasa lebih enak. Oh ya bagi teman seperjalanan saya yang suka sekali kopi bilang kalau kopi di Itali paling enak ketimbang kopi-kopi yang dicicipinya di sejumlah negara yang kami kunjungi sebelumnya.

Hati-hati juga ketika memutuskan makan di salah satu restoran di Roma karena kadang harga yang tertera tidak sama dengan yang seharusnya kita bayar usai makan. Rata-rata restoran menerapkan pajak yang tinggi untuk setiap makanan yang disantap. Hati-hati juga menukarkan uang di money changer di Roma karena sering kali mereka menerapkan fee yang mahal dan kurs yang tidak sesuai dengan yang tertera. Lebih aman dan murah menarik uang dari mesin atm bank atau multicurrency.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page