top of page

ATHENA: RISALAH DEWA DEWI

Selamat datang di Athena, Yunani dengan kekacauan dan aksaranya yang aneh. Saat kami berada di sana, itu adalah hari-hari yang mendebarkan bagi pemerintah Yunani. Mereka tengah menunggu keputusan Uni Eropa untuk memberikan mereka bail out agar bisa keluar dari kondisi ekonominya yang semakin memburuk.

Kota para dewa ini tidak sama dengan kota-kota lain di Eropa yang umumnya tertata rapi dengan transportasi massa yang memudahkan. Meskipun terkenal sebagai kota turis, tak membuat pemerintah kota memberikan akses trasportasi yang baik bagi wisatawan untuk berkeliling kota. Kami menumpang sebuah bus yang kondisinya tidak begitu baik (untuk ukuran eropa) untuk sampai ke pusat kota dari bandara. Di tengah kota, Syntagma Square, saya langsung menemukan kemacetan yang sudah lama tidak saya temui sejak memulai kuliah di Inggris. Jalanan sembrautan dengan taksi yang parkir berantakan.

Kota itu juga terkenal tidak aman, bahkan di setiap restoran cepat sajinya ada pengumuman untuk mewaspadai keberadaan pencopet dan para penduduk tak henti mengingatkan kami untuk menjaga barang bawaan kami. Saat mengantri di sebuah restoran cepat saji, tas teman saya digerayangi seorang perempuan pencopet. Untung segera ketahuan dan si pencopet bergegas meninggalkan kami.

Saya melanjutkan perjalanan lagi ke penginapan dengan bus lainnya yang padat penumpang. Karena bahasanya yang susah, sementara tak ada keterangan soal pemberhentian di bus itu, kami agak kesulitan menakar sudah sampai mana kami bergerak. Kami bisa tiba di halte pemberhentian yang tepat dengan bantuan seorang penduduk

Athena yang muslim. Jilbab kami membuat perbedaan penampakan yang kentara.

Meskipun sering dilirik aneh, jilbab tersebut sering kali mengundang bantuan dari sesama muslim lain ketika melihat saya kebingungan atau kesulitan saat melakukan perjalanan di Eropa. Cukup aneh menemukan Muslim di Athena. Jumlah restoran halal di tempat itu tak begitu banyak. Bahkan kedai kebab turki tak mejamur jumlahnya seperti di kota Eropa lain. Padahal negara tersebut sangat dekat dengan Turki.

Setelah kejayaan penyembahan dewa oleh penduduk Yunani Kuno, masyarakat Yunani modern memeluk katolik roma sebagai pengganti dan tak jarang menjadi penganut yang sangat taat. Di dalam

transportasi umum, seperti trem atau bus, kita akan mudah melihat para penduduk yang berdoa, memegang kalung salibnya di dada, lalu menciumnya. Tak jarang ritual itu dilakukan dengan serentak oleh para penumpang yang tidak saling kenal.

Penginapan kami ini cukup berbeda dibandingkan akomodasi yang kami telah kami gunakan sebelumnya selama perjalanan. Kami menginap di youth hostel yang cukup murah, kuno, dan diinapi oleh banyak anak muda dari seluruh dunia. Kami bahkan bertemu seorang pria singapura dan ayahnya yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke kota itu.

Bila di penginapan lain kami bisa menggunakan

fasilitas air panas secara gratis, di penginapan tersebut kami harus membayar 50 sen koin untuk menikmatinya selama 15 menit saja. Uang koin itu dimasukkan ke dalam kotak koin otomatis yang tersambung dengan pipa air. Air panasnya tidak akan menyala bila koin tersebut belum dimasukkan ke dalam kotak. Pemilik penginapan menerapkan kebijakan itu menghemat penggunaan air dan gas serta tidak ingin berkontribusi pada pemanasan global.

Kami pun kemudian mengunjungi situs-situs bersejarah berupa kuil-kuil peninggalan penduduk Yunani kuno. Situs-situs tersebut terdapat di tengah kota sehingga bisa kami kunjungi dengan berjalan kaki dan sesekali menaiki bus. Banyak penduduk yang menawarkan tur dengan harga murah, namun

saya tidak suka tur dan memilih untuk berkeliling sendiri. Sama seperti di Roma, saya begitu salut pada penduduk kota modern yang bisa hidup berdampingan dengan peninggalan peradaban kuno tanpa saling mengganggu.

Berbekal visa pelajar Inggris dan kartu pengenal kampus, saya bisa masuk ke hampir semua situs dengan gratis. Bangunan pertama adalah sisa-sia gelanggang olah raga yang digunakan sebagai pekan olah raga yang menjadi cikal bakal perhelatan olimpiade. Kami juga mengunjungi kuil Zeus dan kompleks Parthenon di atas bukit kapur yang benar-benar istimewa.

Di kompleks bangunan tua itu, saya menemukan banyak sekali kucing yang berkeliaran, bahkan

dipelihara oleh pengelola situs yang terlihat dari jejak mangkok makanan kucing di sejumlah tempat. Bagi orang Yunani kuno, kucing memiliki mitos sendiri sebagai salah satu binatang pelindung. Berkunjung ke situs-situs tersebut sungguh membuat saya senang. Saya sangat menyukai mitos-mitos dewa dan penggemar novel Jack Giordan sejati. Karenanya, bisa berkunjung ke tempat-tempat itu jadi pengalaman yang sangat istimewa.

Pantai juga salah satu tempat yang patut dikunjungi turis di Athena. Sayangnya, terlalu banyak pantai berbayar atau privat yang biasanya dikelola oleh restoran atau resort. Dan, bagi saya, ide untuk mengharuskan pengunjung membayar masuk untuk menikmati pantai adalah tidak masuk akal. Sehingga saya memilih untuk mengunjungi pantai umum gratis yang berada tak jauh dari pinggir kota, bernama Glyfada. Pantai tersebut berbatu dan sangat sepi, berbeda dengan pantai kota di Barcelona.

Soal makanan, Athena punya banyak yang menarik. Teman saya menikmati greek yogurt dan Greek coffee nikmat. Berhubung saya tidak menyukai susu dan kopi, saya tidak mencoba keduanya. Tapi menurut teman saya, menimati greek yogurt dari tempat asalnya terasa berbeda. Sementara kopi Yunani memiliki cita rasa yang berbeda dengan kopi-kopi di Eropa lainnya, karena terasa lebih kental.

Kami pun memakan sandwich Yunani yang lebih mirip dengan kebab Turki dengan harga yang sangat murah. Maklum negara itu sedang krisis ekonomi dan nilai uangnya jadi sangat rendah. Kami juga menemukan sejumlah toko kue yang juga menjual baklava Turki.

Selain itu, kami mengunjungi pasar dadakan atau farmers market yang diselenggara penduduk kota hampir di setiap area secara regular di jalan pemukiman yang ditunjuk khusus pada hari-hari tertentu biasanya pada senin, rabu, dan jumat. Bila ada pasar dadakan, sepanjang jalan tersebut akan ditutup dan tidak boleh dilewati oleh kendaraan bermotor, hanya pejalan kaki. Di sana juga banyak yang menjual makanan, pakaian, dan bunga.

Selama berkunjung ke negara tersebut saya terus berpikir. Bila dewa-dewa itu nyata, maka mereka pasti sedih melihat negara tempat kediamannya itu berada dalam kekacauan ekonomi. Mereka bahkan mungkin bermigrasi ke negara lain. Layaknya dalam kisah Percy Jackson.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page