‘THE HELP’, U SHOULD WATCH!!
- Fitria Andayani
- Jan 16, 2012
- 3 min read

Seseorang dulu pernah bilang. “Saya tidak ingin dengar nasehat apapun dari orang yang bahkan tidak lebih baik dari saya”. Begitu sombong. Dan saya rasa dia harus nonton The Help. Apa definisi ‘baik’? Cantik? Kaya? Sukses? Apa lagi? Di The Help orang yang ‘lebih baik’ justru mereka yang ‘lebih tidak beruntung’.
Film ini bercerita soal para pembantu negro yang harus berjuang hidup di tengah rasialisme yang mendera Amerika di 60-an. Hak mereka dikerdilkan dan suara mereka dilupakan. Orang kulit putih berpikir mereka bisu dan bodoh. Seperti seekor anjing dan mereka majikannya. Mereka dianggap hina karena bekerja sebagai seorang pembantu. Mereka bahkan dianggap sebagai penyebar virus. Hanya karena mereka hitam dan terlihat kumal. Membuat para kulit putih itu merasa punya alasan kuat untuk tidak berbagi toilet dengan mereka.
Lucunya meskipun dikira tak terpelajar, mereka sangat bijaksana dan penyayang. Mereka bisa memasak masakan yang sangat lezat. Membersihkan rumah dengan sangat cekatan. Bahkan mereka lebih mampu mencintai ketimbang siapapun. Mereka membesarkan anak-anak kulit putih dengan penuh kasih, meskipun mereka sadar kalau suatu hari nanti mereka bisa berubah menjadi seperti ibu-ibu mereka yang sombong.
Sementara para ibu kulit putih itu tidak paham artinya punya anak. Yang mereka pahami adalah pakaian dan tatanan rambut bagus. Selain pesta dan acara amal yang tidak lebih bertujuan untuk pamer kekayaan. Membicarakan soal orang yang lapar di Afrika sana, sementara mereka tidak pernah adil pada pembantunya sendiri.
Hanya Skeeter seorang jurnalis perempuan kulit putih yang mampu dengan jernih melihat hal tersebut. Tak aneh karena Skeeter punya pengalaman emosional dengan seorang pembantu kulit hitam, bernama Constantine. Bagi Skeeter, dialah yang sebenar-benar ibu. Ketika semua orang berpikir ada yang salah dengan diri dan cara pikirnya, hanya Constantine yang sadar kalau dia istimewa. Ketika dia butuh nasehat, hanya Constantine yang mampu memberikannya. Padahal hidupnya tidak lebih baik dari Skeeter.
Makanya, Skeeter begitu kesal melihat orang-orang kulit putih di sekitarnya yang tidak menghargai keberadaan pembantu kulit hitam. Hal itu juga yang membuat Skeeters kemudian terpanggil untuk menulis buku tentang para pembantu tersebut dari sudut pandang mereka. Sudut pandang yang selama ini tidak diperhitungkan. Tapi itu tidak mudah. Tidak banyak pembantu kulit hitam yang mau membicarakan kisah mereka. Kejujuran dari seorang kulit hitam adalah sebuah kehajatan di dunia yang rasis.
Skeeter baru bisa memulai proyeknya setelah seorang pembantu kulit hitam bernama Aibileen memutuskan untuk membantunya. Meskipun ketakutan mendera mereka. Wawancara dilakukan dengan diam-diam. Namun, untuk menyelesaikan bukunya, Skeeter tidak hanya butuh satu narasumber tapi belasan orang. Itu sama sekali tidak gampang. Kelanjutannya nonton ajalah ya atau mau baca e-booknya? Mengingat film ini diangkat dari novel karangan Kathryn Stockett
Yang jelas film ini begitu emosional buat saya. Saya menangis lebay pas nonton haha… adegan paling suka pas saat Aibileen menenangkan bayi kulit putih yang diasuhkan. Anaknya lucu sekali. Gendut. Dan Aibileen punya kata-kata manjur untuk menghibur si anak itu. “You are smart, You are kind, You are important“. Dan si anak itu akan mengulang kata-kata itu dengan sangat lucu… hahh… Yang jelas dari sana terasa sekali kalau kamu bisa belajar dari siapun even itu dari seorang pembantu.
Secara pribadi film itu mengingatkan saya untuk selalu menghargai orang lain. Tapi tetap menjadi manusia dan tidak berpura-pura. Ada satu adegan di mana Aibileen mengingat satu baris ceramah dari gereja. “love your enemy“. Kata-kata itu selalu terngiang di telinganya. Dan seakan jadi kata sakti baginya saat kemarahannya pada orang-orang kulit putih memuncak.
Lalu kemudian dia sadar, kata-kata itu tidak selalu harus dilakukan. U are only human. Kadang membebaskan rasa benci membuat kamu merasa lebih baik. Memakai topeng meskipun itu untuk tujuan baik, tidak selalu berakhir baik. Terutama untuk diri sendiri. Jadi Aibileen memilih untuk membebaskan rasanya. Namun sekaligus memaafkan. Rumit ya… heuu…
Film itu juga mengingatkan saya tentang ‘passion’ sebagai jurnalist dan penulis. Menulis karena kamu memang benar-benar ingin menulis. Bukan karena kamu harus menulis. Menuilis sesuatu yang ingin kamu tulis. Bukan sesuatu yang harus kamu tulis. Ini sulit saya lakukan belakangan ini. Terbersit semangat lagi, setelah menonton film itu. dan dari Skeeter saya menemukan representasi dari diri saya. Karakternya mengingatkan saya bahwa menjadi ‘sendirian’ bukan berarti benar-benar ‘sendirian’.
Get a life. Life your dream. Then it’s turn alright.
Comentarios