top of page

LUPAKAN BALI MARI KE SUMBAWA


Saya terserang lapar setiba perjalanan panjang dari Jakarta menuju Sumbawa. Sebuah perjalanan yang panjang. Butuh waktu 1,5 jam naik pesawat menuju Bandara Internasional Lombok di Mataram dari Jakarta. Setiba di sana saya harus menempuh jalan darat menuju pelabuhan Khayangan sekitar satu jam.

Untuk sampai ke Sumbawa, saya harus menyeberangi selat Alas. Bukan hal sulit, karena ada ferry ekonomi yang bersandar di pelabuhan setiap hari. Cukup bayar Rp 20 ribu per orang. Kapal akan merapat di pelabuhan Sumbawa dua jam kemudian.

Saat itu, malam sudah menggelayut di tanah Sumbawa. Gerimis pun menyambut kedatangan saya. Namun perjalanan belum berakhir. Tujuan saya adalah Maluk. Sebuah kecamatan di Sumbawa Barat. Beruntung saat itu, saya tidak perlu repot mencari bus menuju ke sana. Seorang teman berbaik hati menjemput saya. Butuh sekitar satu jam hingga kami sampai di Maluk.

Tak banyak yang bisa dilihat di sepanjang jalan. Hanya bayang-bayang bukit dan semak yang tertutup malam. Atau sesekali cahaya lampu-lampu temaram yang terpasang di sejumlah penambangan emas liar di sekitar Sumbawa. Daerah ini memang terkenal dengan kekayaan mineralnya. Membuat perusahaan tambang besar macam Newmont menancapkan ‘bor’-nya mengeruk emas di Batu Hijau.

Namun saat siang, perjalanan menuju Maluk tidaklah membosankan. Bentangan alam yang berbukit-bukit dan hijau menyegarkan mata. Udara yang panas namun bersih mengentengkan paru-paru.Sesampai di Maluk saya langsung memberondong penjaga warung lamongan untuk membakar seekor ikan bawal yang cukup besar. Di warung itu tidak hanya ada saya, namun juga sekelompok turis asing. Kulit mereka tampak terbakar. Tadinya saya pikir mereka adalah pekerja asing di tambang Newmont. Namun saya salah. Mereka benar-benar wisatawan. Mereka sibuk bicara soal pantai. Soal serunya berselancar. “Pantai Maluk sudah terkenal di antara para surfer dunia,” ujar teman saya.

Esok paginya, cahaya matahari yang menyelinap lewat jendela kamar membangunkan saya. Langit Sumbawa di luar sana sangat biru. Bersih tanpa noda awan. Saat itulah saya berkenalan dengan Pantai Maluk yang dielu-elukan itu. Pasir putih membentang jauh di hadapan saya. Air laut yang begitu biru membuat saya tak henti berdecak kagum. Garis pantai yang cukup jauh membuat saya merasa begitu kecil.

Sejumlah wisatawan asing telah mengambil ancang-ancang. Memancangkan papan selancarnya di atas pasir. Sebelum benar-benar memutuskan untuk melawan ombak. Saya memang tak pintar berselancar. Namun saya bisa lihat wajah-wajah puas para wisatawan itu usai bermain-main ombak di pantai Maluk.

Tak aneh, karena ombak di pantai itu, telah masuk dalam daftar ombak terbaik bagi peselancar dunia. Super suck itu julukan bagi sang ombak. Tak lain karena ombak tersebut menjulang cukup tinggi hingga 2 meter karena terpecah terlebih dahulu saat membentur Tanjung Ahmad, sebelum mencapai tepian.

Tak puas menaklukan ombak di Maluk. Datanglah ke Pantai Sekongkang. Jaraknya sekitar 12 km dari Pantai Maluk. Sekongkang juga menawarkan pasir pantai yang putih tak terjamah. Hanya saja garis pantainya lebih pendek karena diapit oleh bukit karang. Namun yang pasti, ombak di pantai tersebut tak bisa diabaikan. Ombak Sekongkan terkenal dengan julukan ombak Yoyo. Tak ubahnya, permainan yoyo, ombak Sekongkang menggulung naik turun. Memberikan sensasi tersendiri bagi para perselancar.

Masih tak puas? Mari menaklukan ombak di pantai Lakey- Hu’u di Dompu di Sumbawa timur. Pantai ini langsung menghadap lautan lepas Australia. Membuat ombak liar di pantai ini bisa menggulung hingga 8 meter. Terdapat 5 titik surfing yang menanti di Lakey, yaitu Lakey Peak, Pipe, Nungas, Cable Stone, dan Periscope. Kelimanya menawarkan jenis gelombang dengan karakter yang berbeda. Menjadi surga tak ternilai bagi para perselancar dunia.

Penggila selancar harus memasukkan deretan pantai di Sumbawa dalam daftar destinasi utama perburuan ombak mereka. Lupakan Bali dan godaan ombak tinggi yang ditawarkannya sejenak. Menyeberanglah ke Sumbawa dan rasakan sensasi berbeda menari di atas ombak.

Namun yang terpenting, henyakkanlah tubuh sebentar di atas pasir. Menanti jingga menutupi langit. Mengulur tirai matahari hingga menyentuh bumi. Lalu menyulumnya dan berganti gelap. Senja. Sungguh mengesankan di Sumbawa.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page