top of page

BERLAYAR DI NATUNA (2)


Banyak hal tak terduga sepanjang pelayaran mengarungi laut menuju Natuna. Di satu pagi, ketika saya keluar ke anjungan untuk membuat diri merasa romantis dengan melihat matahari terbit, saya menangkap pemandangan lain. Pemandangan yang tidak kalah indah. Puluhan lumba-lumba berkejaran seakan membalap kecepatan kapal kami. Kadang mereka melakukan lompatan kecil hanya untuk menyombongkan diri karena mereka bisa berenang dan saya tidak haha…

Pernah juga di tengah perjalanan di siang hari, tanpa sengaja kami berpapasan dengan salah satu kapal perang tercanggih di Indonesia, KRI Diponegoro. Kapal kami akhirnya merapatkan badannya ke kapal tersebut. Dan tim BI dibolehkan naik ke atas kapal itu. Sebuah tangga ditambatkan, hingga kami bisa menyeberang ke kapal tersebut.

Berbeda dengan kapal yang saya tumpangi, KRI Diponegoro begitu bersih. Tidak banyak kecoak seperti di KRI Sibolga. Lantainya dipel hingga licin. Dinding-nya masih bau cat. Kapal itu juga dilengkapi dengan berbagai macam persenjataan canggih. Ruang kendali otomatis yang lumayan mutakhir. Dari ruang kendali itu, semua persenjataan yang ada di kapal di kendalikan. “Seperti main video game,” ujar si komanda kapal, Letnan Anton.

Kapal ini merupakan kapal pertama dari korvet kelas SIGMA milik TNI AL. Kapal ini dibawa jauh-jauh dari galangan kapal Schelde, Belanda pada 2005. KRI Diponegoro bertugas sebagai kapal patroli dengan kemampuan anti-kapal permukaan, anti-kapal selam, dan anti-pesawat udara. Kapal kelas sigma ini dilengkapi mesin berkekuatan 8900 kW yang masing-masing menggerakan sebuah baling-baling yang bisa diatur kemiringan bilahnya melalui sebuah gir pengurang putaran satu tingkat.

Kapal ini dilengkapi dengan torpedo 3A 244S Mode II/MU 90 yang dilengkapi dengan 2 peluncur torpedo tipe B515. Kapal itu juga memiliki dua tipe rudal di atas kapal, yaitu peluru kendali anti kapal yang mampu menjangkau target hingga 180 km. Serta sebuah peluru kendali darat ke udara yang disebut mistral. Menurut Wikipedia, mistral adalah sistem rudal pertahanan udara jarak pendek, yang dapat digunakan dari berbagai platform, bisa dari kendaraan di darat, kapal, helikopter, bahkan dengan konfigurasi jinjing ala Stinger.

KRI Diponegoro juga punya meriam utama 76 mm buatan Italia dan sebuah kanon ringan tambahan dengan sebuah Auxiliary Gun 2 x 20 mm Vector G12 di pasang di dalamnya. Kapal ini juga memiliki persenjataan elektronik yaitu sistem manajemen tempur Thales TACTICOS buatan Thales, sebuah perusahan hi-tech Belanda. Selain, sebuah data Link, komunikasi elektronik, sistem pengumpan, dan sebuah platform integrasi utama.

Kapal ini juga punya radar dengan teknologi termutakhir yang pendeteksiannya serba otomatis. Radar tersebut dilengkapi dengan kontrol tembak untuk mengendalikan senjata dengan sasaran permukaan. Keren deh.

Di malam hari, saya kerap ke anjungan. Para laki-laki mengobrol membicarakan hal-hal semacam perang atau sepak bola. Atau hanya merokok dan makan kacang. Sementara saya akan menarik sebuah kursi ke tengah anjungan dan duduk di atasnya sambil menengadahkan kepala ke langit. Langit Natuna tidaklah gelap. Banjir bintang. Sangat indah.

Sementara Letkol Bambang sibuk mendongengi saya kisahnya saat berlayar. Salah satu kisahnya yang menarik adalah soal ritual mandi katulistiwa. Ritual ini menurutnya, selalu dilakukan olehs etiap KRI bila melintasi garis katulistiwa. Saat berada di koordinat 0 derajat. Ritual ini dilakukan oleh sejumlah penghuni kapal. Biasanya ritual dimulai selepas shalat magrib.

Ritual ini tak ubahnya semacam ospek. Biasanya yang disuruh ikutan adalah prajurit-prajurit muda dan baru di atas kapal. Tapi bisa juga penumpang kapal selain prajurit yang baru pertama kali naik ke KRI tersebut. Saat upacara berlangsung, mereka akan disuruh meratap di lorong-lorong kapal sambil mesti menelan kata-kata keras dari senior-seniornya yang disebut para dewa. Setelah itu mereka harus berada di geladak sambil dimandikan dengan air laut di tengah malam yang berangin. Kadang mereka harus berlumuran oli sebelum dimandikan. “Sayang kita tidak lewat garis katulistiwa. Kalau tidak kamu bisa lihat prosesinya,” katanya sambil tertawa puas.

(bersambung)

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page