top of page

TENTANG MENJADI DEWASA


“Growing up is suck”. Begitu isi pesan pendek yang dikirim seorang teman pada saya beberapa waktu lalu. Saya tidak bisa lebih setuju dari itu hmmm…

Senang rasanya bisa terus menjadi anak kecil. Tidak perlu memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang. Tidak perlu sibuk-sibuk mengurusi soal cinta. Tidak perlu merasa stres. Tidak perlu merasa terganggu atas apapun. Bebas bermain-main saat hujan. Bebas berimajinasi. Bebas mengatakan apapun, menginginkan apa saja. Bisa masuk pintu rahasia di belakang kebun binatang. Bermain-main air saat banjir. Mengotorkan halaman rumah akibat berpura-pura jadi penjual mie ayam atau putu.

Menonton kartun tanpa ada yang bertanya-tanya apa lucunya film itu. Bereksperimen dengan rumput. Mendirikan tenda di belakang rumah sambil makan belimbing. Makan telur puyuh langsung dari cangkangnya. Teriak-teriak sampai suara habis. Berlari-lari dan terjatuh sampai baju kotor. Bolos mengaji dan malah nonton telenovela di rumah teman. Berpura-pura shalat. Mencuri waktu saat pulang sekolah dan mendatangi rumah angker. Namun saat dewasa, semua kesenangan itu meluap. Dan hidup terasa lebih sulit.

Saya jadi teringat ‘pangeran kecil’ kemudian. Saya menemukan buku itu saat tahun-tahun pertama kuliah. Buku itu dikarang oleh Saint Exupery, seorang penulis dan penerbang asal Prancis. Hanya sebuah buku tipis yang menarik perhatian saya karena sampulnya yang sederhana. Serta harganya yang murah. Saya tidak bisa benar-benar membeli buku saat kuliah karena uang jajan yang sedikit. Jadi menemukan sebuah buku murah untuk dibeli sangat menyenangkan.

Tadinya saya pikir buku itu untuk anak-anak tapi ternyata tidak. Buku itu memang menceritakan soal seorang anak kecil tapi kisahnya untuk orang dewasa. Buku itu penuh dengan simbol. Ini nih yang bikin saya suka. Saya suka simbol atau tanda, meskipun tidak selalu mahir mengartikannya hehe…

Buku itu menceritakan soal seorang pangeran kecil. Dari fisiknya dia tampak baru berumur 8 tahun. Tapi dia mungkin sudah hidup lebih lama dari siapapun. Namun tidak berarti dia berpikir seperti orang yang hidup lama. Dia masih berpikir seperti anak-anak. Berpikir sangat sederhana. Pangeran kecil tinggal di sebuah planet yang jauh dari bumi. Planet itu sangat kecil. Bisa dikelilingi dalam 5 menit saja.

Namun di planet itu, pangeran kecil memiliki seluruh hal yang sangat penting dalam hidupnya. Dia punya dua gunung api. Satu gunung api masih aktif, sedangkan yang satunya tidak. Karena ukurannya yang sangat kecil, pangeran kecil membersihkan gunung tersebut setiap hari. Dia juga memiliki sebuah mawar yang sombong dan hanya memiliki 4 duri. Pangeran kecil sangat sayang pada mawarnya. Dia menyiraminya setiap hari. Dia memberikan sebuah toples kaca agar si mawar tidak layu. Agar mawarnya tidak diganggu biri-biri. Atau agar tidak terganggu dengan pohon baobab yang bila tumbuh bisa menghabiskan tempat di planetnya.

Meskipun bahagia dengan apa yang dimilikinya sekarang, pangeran kecil ternyata ingin juga melihat dunia luar. Akhirnya dia memulai perjalannya melintasi planet-planet. Banyak hal yang tidak masuk akal yang ditemuinya di berbagai planet tersebut. Planet-planet itu tidak lebih kecil dari planet yang ditinggalinya. Namun planet itu dihuni oleh orang-orang dewasa dengan pekerjaan aneh mereka.

Ada laki-laki yang tugasnya menyulut dan mematikan lampu jalan. Atau sibuk dengan angka dan hitungan. Atau sibuk dengan jarak dan risalah panjang soal geografi. Ada yang sibuk berlagak menjadi raja. Hingga akhirnya pangeran kecil singgah di bumi. Di planet yang berkali-kali lipat besarnya dari planetnya. Planet yang seperti surga. Semuanya ada.

Bumi juga memiliki lebih banyak bungan mawar dan gunung yang jauh lebih tinggi ketimbang miliknya. Suatu saat, pangeran kecil sampai di gurun pasir dan bertemu dengan seorang penerbang yang pesawatnya rusak dan hampir mati kehausan. Tadinya si penerbang kesal karena pangeran kecil sangat senang bertanya dan memintanya melakukan hal-hak yang tidak masuk akal.

Dengan kepolosannya, pangeran mengajarkan satu hal penting pada penerbang. Soal ketulusan, kesetiaan, kesederhanaan, dan pertemanan. Itu juga yang diajarkan pangeran kepada saya setelah membaca buku itu. Meskipun tidak benar-benar saya lakukan. Sampai sekarang saya masih menangis kalau baca bukunya hahaha… Aneh ya…

Menangis bukan karena buku itu benar-benar sedih, tapi karena setiap simbol dalam buku itu seakan menampar saya dengan keras. Sebagai seorang dewasa. Buku ini mengingatkan saya bahwa kadang bukan hidup yang membuatnya sulit, tapi orang dewasa yang membuat segala hal menjadi tampak rumit. Bahkan saat kecil, manusia bisa berpikir lebih rasional ketimbang saat mereka dewasa.

Pangeran kecil bahagia dengan apa yang dimilikinya. Dia mungkin hanya punya satu bunga mawar. Hanya memiliki dua gunung api berukuran kecil. Tapi dia tahu caranya bahagia dengan yang sedikit itu. Dia menjalani hidupnya dengan sederhana. Menikmati takdir yang diatur untuk dia. Tidak mengeluh atau mempertanyakan apapun.

Sementara saya dan teman saya itu sering kali mengkhianati takdir. Semestinya ego dan nilai tidak bercampur hingga jadi membingungkan. Agar kami bisa berpikir “growing up is a gift”

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page