top of page

THAILAND (1) : PERJALANAN BAU MENCARI DAMAI

15 Maret 2012

01.00 AM

Saya bangun dengan setengah tidak rela. Tapi harus bangun. Sebuah bus akan mengantarkan kami ke Thailand. Saya dan Efi harus sudah menyeberangi perbatasan pada pukul 07.00 pagi. Baik perbatasan Kamboja – Thailand atau Poipet Border maupun perbatasan Thailand – Kamboja atau Aranyaprathet Border buka dari pukul 07.00 pagi hingga 08.00 malam. Selanjutnya perjalanan kami tidak bisa dibilang menarik. Hampir 24 jam kami berada di dalam bus. Lelah.

03.00 AM

Bus kami datang. Akhirnya. Kesal juga, karena seharusnya bus itu sudah sampai di tempat kami menunggu pada pukul 02.00 pagi. Namun bus tidak kunjung datang. Padahal kami sangat mengantuk dan angin malam di Siam Reap terus menusuk melewati sweater yang saya kenakan. Untungnya waktu menunggu tidak terlalu membosankan karena kami terlibat obrolan seru dengan sejumlah backpacker.

02.00 PM

Setelah melewati perbatasan, butuh sekitar 7 jam hingga kami bisa sampai di Bangkok. Di Bangkok, kami diturunkan di daerah backpacker, Khao San Road. Kami langsung memesan bus untuk melanjutkan perjalanan ke Phuket di sebuah agen perjalanan. Kami tidak beli tiket untuk direct bus karena harganya cukup mahal mencapai 1.500 bath (Rp 450 ribu), sedangkan tiket yang kami beli hanya 750 bath (Rp 225 ribu). Dengan tiket biasa, kami tidak langsung diboyong ke Phuket, tapi harus berganti bus di Surathani untuk sampai ke sana.

Bus kami akan berangkat pukul 06.00 PM, jadi kami tidak punya waktu banyak di Bangkok. Kami hanya sempat membeli sejumlah souvenir di lapak-lapak yang ada di sekitar Khao San. Selanjutnya hanya menghabiskan waktu di restoran India dan mini market. Kami memang tidak berencana untuk

menghabiskan sisa perjalanan kami di Bangkok. Dari

Jakarta kami sudah berencana untuk kembali ke Indonesia lewat bandara Phuket. Efi sangat ingin melihat pantai di akhir liburan.

06.00 PM

Lalu saat magrib datang, kami naik ke atas bus double decker. Masih dengan pakaian yang sama. Kami tidak sempat mandi. Saya bau heuu

16 Maret 2012

05.00 AM

Kami diturunkan di Surathani. Bus selanjutnya dijanjikan datang pada pukul 07.00 AM. Namun tidak ada bus yang datang pada jam itu. Sekitar 30 menit kemudian sebuah mobil pick up datang. Si pengemudi

meminta turis yang mau melanjutkan perjalanan ke Phuket naik ke atas mobil itu. Kaget juga. Tapi ternyata pick up itu hanya akan mengantarkan kami sampai ke tempat tunggu bus selanjutnya. Sekitar 5 menit, kami diturunkan di sebuah rumah makan.

Si pengemudi suruh kami menunggu bus di sana. Tapi tidak ada bus yang datang kemudian. Kami harus menunggu lama hingga sebuah pick up lagi datang menjemput kami dan membawa ke tempat tunggu bus yang lain. Tepatnya di depan mini market. Di sana sebuah bus sudah menunggu dan bus yang disediakan tidak sebagus bus yang membawa kami ke Surathani.

Kesimpulannya, ini perjalanan dan pelayanan transportasi terburuk yang pernah kami alami selama liburan ini. Dan kami sudah kehilangan tenaga untuk mengomel atau mengutuk ketidakberuntungan kami. Kami sudah cukup beruntung tidak kena copet atau semacamnya. Karena

banyak backpacker yang kehilangan barang bawaan mereka selama berada di bus menuju Phuket. Di sisa perjalanan, kami hanya tidur dan memaksakan diri untuk tetap memiliki mood yang baik. Agar liburan kami yang hampir berakhir ini tetap berjalan lancar.

02.00 PM

Kami sampai di Phuket. Akhirnya. Di kota itu kami tidak menyewa hostel. Kami menginap di apartemen seorang pria AS yang juga dikenal Efi di Couch Surfing. Namanya Chris. Apartemen Chris tidak sebagus milik apartemen Jon di Vietnam. Namun tidak jadi masalah bagi kami. Kami sudah sangat bersyukur bisa dapat tumpangan gratis. Dan yang terpenting kami bisa mandi. Saat itu, selain kami juga ada seorang backpacker perempuan asal Jerman yang tinggal di apartemen Chris, namanya Theresia.

Chris memang sering menjadi tuan rumah bagi para backpacker. Dia sudah tinggal di Phuket selama beberapa tahun. Namun pada Mei, Chris berencana balik ke Eropa. Dia memang orang Amerika namun separuh umurnya dihabiskan di Polandia. Di Phuket, Chris bekerja sebagai guru bahasa inggris dan yoga. Chris juga pernah tinggal di India, makanya dia bisa yoga. Di sana pula dia memutuskan untuk memeluk agama Budha.

07.00 PM

Udara Phuket sangat panas saat itu. Tapi karena kelelahan, panasnya udara tidak membuat kami kesulitan untuk tidur. Hingga usai Maghrib, Chris mengajak saya, Efi, dan Theresia untuk makan malam dan mengitari Phuket Town.

Di Phuket tidak sulit mencari makanan yang bisa dimakan. Banyak restoran vegetarian dengan harga murah. Tidak aneh karena banyak penduduk Phuket yang beragama budha. Selain itu, banyak juga yang beragama Islam. Sehingga tidak susah untuk mencari restoran halal dan masjid. Bahkan di pasar Phuket terdapat mushala.

Usai menyantap sepiring bebek palsu ala vegetarian, kami kemudian nongkrong di sebuah warung makan lainnya. Di sana mereka menyediakan Thai Tea dan roti bantal enak. Benar-benar jamuan makan malam yang menyenangkan.

Sebelum kembali ke apartemen, kami mengitari Phuket Town. Kota ini sangat sunyi di malam hari. Tidak ramai oleh turis sepertri bayangan saya. Turis memang tidak tinggal di Phuket Town saat mengunjungi pulau ini. Mereka memilih tinggal di pinggiran pantai. Dan jarak Phuket Town ke pantai terdekat cukup jauh sekitar 1,5 jam. Entah kenapa, tapi saya suka suasana di Phuket Town, kota kecil yang sepi dan penuh bangunan tua. Damai. Jadi semakin tidak ingin kembali ke Jakarta.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page