top of page

MINGGU SOAL MAKAN

  • Writer: Fitria Andayani
    Fitria Andayani
  • Jul 11, 2012
  • 4 min read

Sekarang saya punya kebiasaan baru. Biasanya setiap minggu, sehabis lari pagi di Senayan dengan partner lari paling setia, Metri Astria Nurvita, kami hampir selalu mencari makanan aneh yang belum pernah kami makan. Dan setiap hari Minggu adalah waktunya makanan dari Korea dan Jepang. Kadang kami mampir di swalayan Korea untuk membeli kue beras, kimchi, atau jajangmyun instan. Atau datang ke restoran Korea, makan Bimbimbap. Atau datang ke Lawson menikmati Oden. Beberapa waktu lalu kami juga mampir ke pekan budaya Jepang di Blok M yang kini hampir setiap tahun digelar di sana. Di sana kami juga nemu banyak makanan hehe.

Saya menikmati seporsi sate Jepang atau Yakitori. Sejarah sate di Jepang memang lebih muda dari Indonesia. “Sate dikenal di Jepang baru setelah perang dunia kedua. Baru sekitar 60 tahun,” ujar Presiden NPO Nippon Culinary Exchange Institute, Hirohisa Koyama waktu saya wawancara di seminar Jak-Japan Matsuri tahun lalu. Sementara sate masuk ke Indonesia awal abad ke-19. Bersamaan dengan semakin banyaknya pendatang dari Arab ke Indonesia. Hal ini pula yang menjadi alasan populernya penggunaan daging kambing dan domba sebagai bahan sate yang disukai oleh warga keturunan Arab.

Sejarah yang panjang inilah yang membuat sate di Indonesia memiliki banyak jenis, sesuai dengan tempat asal dan jenis daging yang digunakan. Berbeda dengan Jepang, sejauh ini hanya ada dua macam Yakitori. Yaitu Yakitori rasa asin dan manis.Yakitori asin biasanya dimakan tanpa saus, hanya dimakan dengan taburan garam dan lada, seperti yang lazim ditemui di kota Bibai, bagian tengah Prefektur Hokkaido. Sedangkan Yakitori manis dimakan bersama saus mirin, kecap asin, arak, dan gula atau mustard. Berbeda dengan sate di Indonesia yang biasa dimakan dengan saus kecap, kacang, atau kuah kuning.

Daging yang digunakan untuk Yakitori biasanya hanya daging ayam maupun bagian tubuhnya yang lain. Seperti jantung, hati, ampela, tunggir, usus, seseri (daging sekitar leher), matsuda (tulang di antara daging dada dan leher ayam, dan kappa yaitu tulang muda ayam yang terdapat di bagian dada. Ada juga tusuk sate yang berisi daging ayam cincang yang dibulatkan dan disebut tsukune.

Pembuat Yakitori atau Yakitoriya juga biasa mengombinasikan daging dan daun bawang atau jamur shitake dalam satu tusukan sate yang dikenal dengan Negima. Apa pula tusuk sate yang hanya berisi daun bawang yang ditusuk dengan dua buah tusukan sate. Sate jenis ini disebut ikada. Selain itu ada Yakitori yang dibuat dari daging burung gereja dalam bentuk utuh tanpa dipotong-potong, daging babi, serta sapi.

Proses pembakaran daging sate ala Jepang juga sedikit berbeda dengan di Indonesia. Sama-sama memakai arang memang, namun jenisnya berbeda. “Bila di Indonesia sate dibakar dengan arang batok kepala, sate di Jepang dibakar di atas arang khusus yang disebut bincotan,” ujar Koyama. Arang bincotan ini diimpor dari Sumatera ke Jepang.

Arang ini memiliki derajat panas yang jauh lebih tinggi dari arang batok. Oleh karena itu ketika pembakaran dilakukan, yakitoriya tidak perlu membakar daging dengan jarak sangat dekat dengan arang, seperti yang dilakukan tukang sate di Indonesia. Arang tersebut juga tidak mengeluarkan api dan asap yang tebal hanya berupa berkas merah pada arang yang sangat panas. Selain menggunakan arang, beberapaYakitoriya juga menggunakan media lain untuk membakar daging sate seperti gas. Sedangkan di kota Imabari, daging sate dibakar di atas hot plate atau teppan.

Sate di Jepang tidak dimakan dengan ketupat atau nasi hangat seperti yang kerap disajikan di Indonesia. Mereka lebih sering memakannya begitu saja hanya dengan saus atau bersama onigiri. Onigiri adalah nasi khas jepang yang disajikan dalam bentuk bulat, berasa asin, dan diberi nori atau rumput laut di atasnya. Onigiritersebut dimakan dengan garam yang berasal dari Bali.

Koyama juga memperkenalkan onigira yang dibuat dari beras Jepang yang dibudidayakan di Jawa Barat. Beras Jepang ini diklaim sangat sehat karena memiliki kadar gula yang rendah. Sehingga tidak perlu takut terserang diabetes atau kegemukan. Lagipula beras Jepang berbentuk bulat tidak panjang-panjang seperti beras Indonesia, sehingga sangat pulen dan membuat pemakannya cepat kenyang. Selain beras, adapula bahan makanan khas Jepang lain yang diproduksi di Indonesia seperti ubi, wasabi, jahe, okura, serta lobak.

Ubi jepang rasanya sangat manis dan enak. Biasanya orang Jepang mengolahnya menjadi makanan kecil setelah direbus dan dihaluskan. Lalu dicampurkan dengan susu dan gula. Adonan tersebut kemudian dibentuk bulat. Setelah itu dikukus sebentar dan diolesi kuning telur, lalu dibakar sebentar di dalam oven hingga kuning telur kering dan menjadi seperti kulit tipis. Ubi Jepang ini juga gunakan sebagai bahan pembuat es krim.

Saya juga menikmati takoyaki, okonomiyaki, dan dorayaki. Takoyaki terbuat dari tepung yang dicampur dengan tako atau gurita, minisoya atau jahe, serta sayuran dan daun bawang. Kemudian digoreng pada cetakan khusus berbentuk bulat-bulat kecil.Takoyaki biasanya dimakan dengan aunori yaitu rumput laut yang dikeringkan.

Sedangkan okonomiyaki tampak seperti martabak telur yang rasanya seperti bakwan. Terbuat dari tepung dan campuran kol serta garam. Okonomiyaki biasanya dimakan dengan sejumlah saus seperti mayonaise, katsukusi atau serutan ikan kering, dan bull dog yaitu saus original Jepang yang rasanya seperti kare.

Lalu jangan ketinggalan mencicipi Dorayaki. Kue khas Jepang ini cukup terkenal di Indonesia berkat anime terkenal Doraemon. Dorayaki bentuknya tak jauh berbeda dengan pancake hanya saja lebih kecil. Kue ini dibuat dari adonan telur, tepung, gula kaster, madu, dan mirin (rum) serta ditambahkan sedikit air agar adonan encer. Adonan tersebut kemudian digoreng di atas wajan datar dengan api kecil dan sedikit minyak atau mentega. Adonan yang sudah matang diangkat lalu diolesi dengan selai kacang merah atau kacang hijau. Bisa juga diolesi selai nanas atau selai ubi. Setelah itu ditumpuk dengan adonan matang lainnya yang tidak diolesi. Jadilah dorayakiyang sangat enak.

Comments


Leave feedback
Recent Posts

© 2023 by DO IT YOURSELF. Proudly created with Wix.com

bottom of page