top of page

I’M A FAN


Kontrakan saya kedatangan rombongan fangirl boyband Korea minggu lalu. Mereka adalah teman-teman adik saya yang numpang menginap karena esok harinya mereka harus mengejar idola mereka. Dua dari 12 anggota Super Junior sedang bertandang ke Jakarta untuk menghadiri acara pembukaan sebuah merk dagang Korea.

Pagi-pagi sekali mereka sudah bangun. Menggunakan pakaian terbaiknya dan menyiapkan sejumlah atribut bertuliskan nama idola, berharap sang idola menyadari kehadiran mereka di acara tersebut. Mereka baru pulang lewat pukul 10 malam, sayangnya dengan wajah suram. Padahal saya masih ingat bagaimana bahagianya muka mereka ketika meninggalkan kontrakan kami pagi tadi.

Salah satu dari mereka menceritakan pengalamannya seharian itu. Pagi-pagi sekali mereka sudah menunggu di depan sebuah gedung pusat perbelanjaan. Dari kabar yang mereka dengar, acara pembukaan tersebut akan berlangsung di gedung itu. Namun sebenarnya mereka tidak tau pasti kapan si idola tersebut datang. Kapan acaranya akan dimulai. Atau apakah si idola akan benar-benar datang atau tidak.

Tidak ada panitia acara yang mau menjawab pertanyaan mereka. Ini karena acara tersebut sebenarnya tertutup. Lagipula demi keamanan si idola, panitia merahasiakan setiap detail dari para fans. Bisa dimengerti, karena saat itu tidak hanya teman-teman adik saya yang berharap bisa bertemu dengan artis korea tersebut, namun juga ribuan fangirl lainnya.

Pukul 10 pagi, pusat perbelanjaan tersebut dibuka. Para fans bersesakan masuk. Teman-teman adik saya dan sejumlah fans bergegas menuju lantai empat. Mereka dengar di lantai tersebutlah si idola akan muncul. Saat sampai di lantai itu mereka merasa lega karena penjagaan di lantai tersebut cukup ketat. Sehingga mereka mengartikan bahwa lantai itu memang tempat yang tepat.

Mereka menunggu lama berjam-jam dan mulai bosan, lalu bertanya pada penjaga yang ada di sana kapan acaranya akan dimulai. Namun tak ada yang mau menjawab. Mereka kemudian terus menunggu, hingga mendengar suara berisik dari lantai di bawah mereka. Mereka lalu sadar bahwa, lantai empat tersebut hanyalah trik panitia untuk menggiring fans agar tak memenuhi lantai yang sesungguhnya.

Mereka pun berlarian ke bawah. Namun dengan ribuan orang yang juga ingin turun, hal tersebut memakan waktu lama. Setelah bersusah payah, bahkan sampai tak menghiraukan resiko terinjak-injak atau kekurangan oksigen karena bersesakan, mereka akhirnya bisa sampai di lantai bawah. Sayangnya saat itu sang idola telah meninggalkan tempat acara.

Hanya 12 menit kedua artis tersebut muncul dan kemudian pergi. Padahal teman-teman adik saya butuh 12 menit agar bisa sampai ke lantai paling bawah. Dan butuh seharian menunggu hingga acara dimulai. Butuh dua hari untuk bersiap demi menyaksikan kehadiran idolanya. Sia-sia. Mereka tak dapat apa-apa. Tangis.

Di hari lain, seorang teman berkeluh kesah. Adik laki-lakinya yang remaja tiba-tiba kecanduan datang ke sebuah teater yang menampilkan sekitar 24 gadis idola mempertontonkan aksi mereka. Teater tersebut sebenarnya tidak menjual pertunjukan yang bagus. Suara gadis-gadis itu pas-pasan, tarian pun setengah hati. Namun mereka memberikan sesuatu yang sering kali tidak didapatkan seorang fanboy di dunia nyata.

Di dalam teater tersebut panitia acara memberikan waktu untuk bersalaman dengan sang idola. Ketika itu, si idola akan berusaha menunjukkan sikap yang akrab dengan fans mereka. Mereka akan menjabat tangan dengan hangat dan memanggil nama setiap fans yang datang padanya, seakan mereka ingat.

Hal tersebut mungkin bukan hal yang luar biasa. Namun bagi adik teman saya itu, hanya karena mereka memanggil namanya hal tersebut menjadi berbeda. Diperlakukan seorang gadis cantik dan berbakat dengan sangat ramah membuatnya sangat senang. Di dunia nyata tak ada gadis sehebat itu yang mau menyapanya dengan hangat.

Lalu dia terseret pada imajinasi tersebut. Dia rela menahan lapar agar uang jajannya bisa disimpan dan menggunakannya untuk datang ke teater itu lagi dan lagi. Bagi saya apa yang mereka lakukan adalah sebuah kebodohan. Tapi bagi mereka hal tersebut adalah pengorbanan yang pantas dilakukan untuk pria atau perempuan maya yang mereka idamkan.

Lucu adalah ketika industri hiburan menanamkan satu pemikiran kecil yang kemudian bagai kanker berkembang di dalam otak seorang fans. Industri menyebarkan benih ide bahwa seorang idola sangat sempurna dan bahwa mereka bisa menjadi apapun yang fans inginkan. Industri mengharuskan para idola memberikan ‘layanan’ bagi fans mereka.

Akhirnya sejumlah fans membangun mimpinya. Berpikir bahwa idola adalah kenyataan bahkan menjadi tujuan. Sementara dunia nyata adalah sampingan yang tidak indah sama sekali. Tentu ada fans yang cukup rasional untuk tak mengidolakan secara membabi buta. Tapi yang pesti bukan teman-teman adik saya ini.

Salah satu dari mereka bahkan membeli kue tart mahal lalu dihiasi lilin-lilin cantik untuk merayakan ulang tahun sang idola, sendirian! Ah tidak, bersama foto sang idola tepatnya. Teman adik saya yang lain, menangis dan bersedih selama berhari-hari karena merasa iri dengan fans lain yang beruntung dapat kesempatan naik panggung dan dipeluk idolanya pada saat konser yang juga didatanginya. Seorang lainnya, memutuskan hanya akan menikahi laki-laki yang wajahnya mirip si idola.

Adalah sifat dasar manusia yang suka melakukan pengingkaran. Pikiran manusia membentuk sebuah tameng. Menjaga otak mereka agar tidak berpikir hal yang buruk. Mereka mengalihkan perhatiannya kepada hal yang lain.

Sebuah penelitian menjelaskan, sesudah seseorang membuka situs berita yang menghadirkan kisah kriminal atau berita buruk lainnya, mereka akan bersegera membuka situs hiburan yang bisa membuat mereka melupakan hal buruk yang baru saja dibacanya. Kecenderungan inilah yang dipakai manusia lain, pebisnis, untuk menciptakan sebuah industri.

Industri hiburan tentang memanipulasi rasa dan pikiran. Menjual mimpi indah. Lalu ketika konser usai, televisi dimatikan, atau waktu streaming drama berakhir, para fans terpaksa kembali menghadapi hidup mereka yang nyata. Bantal yang keras, langit-langit rumah yang rendah, dan kesendirian yang mencekam. Ditambah setumpuk masalah yang menunggu untuk dibereskan. Membuat mereka tertekan. Berharap mimpi dan kenyataan bertukar. Sepi.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page