top of page

SI SATU PERSEN

  • Writer: Fitria Andayani
    Fitria Andayani
  • Jul 20, 2013
  • 3 min read

Dulu mama sering menampung anak-anak yang butuh tempat tinggal di rumah kami yang kecil. Saya sering memintanya untuk berhenti melakukan hal itu karena akhirnya kebaikan itu kerap berakhir dengan sejumlah kejadian buruk, seperti sepeda yang digadaikan tanpa izin, kehilangan pemutar video, atau motor yang dirusak.

Mama juga harus mencari pekerjaan sampingan di luar profesinya sebagai guru. Saya terpaksa membantunya berjualan gorengan ke sekolah padahal saya sedang berusaha menggapai cinta anak laki-laki paling tampan dan paling kaya di sekolah (*drama).

Keadaan semakin buruk ketika ayah saya dinonaktifkan dari pekerjaannya karena dituduh korupsi yang nilainya bahkan tidak sampai seperseratus dari kasus korupsi sapi. Tapi mama selalu tersenyum. Dia menyuapi setiap mulut yang kelaparan di rumah kami yang ramai. Tulus. Jadi saya yang kadang terlalu realistis ini, kalah.

Mama menyadarkan saya bahwa banyak orang-orang tulus di dunia ini tapi sayangnya tidak mendapat kemewahan dalam hidup. Mama selalu berpikir, tidak harus menjadi orang kaya untuk bisa membantu orang lain. Kisah Mama seakan tidak nyata di dunia yang sangat materialistis ini.

Bahkan banyak orang kaya yang tidak cukup luas hatinya untuk membantu orang lain yang kesusahan. Mereka berpikir bahwa dunia hanya berputar di sekeliling mereka. Banyak orang berduit yang menutup mata atas ketidakberuntungan yang menari-nari di depan batang hidungnya. Yang berteriak keras-keras di kedua telinga mereka.

Mereka tidak peduli dan sibuk memanjakan kesombongannya. Seperti berencana membeli sebuah klub sepakbola padahal para kuli yang bekerja keras menghasilkan uang untuk mengisi kantong celananya yang sudah terlanjur tebal itu, tak cukup sejahtera. Padahal bila mereka mau sebentar saja memikirkan orang-orang yang kekurangan di sekitarnya, mereka bisa memberikan perubahan yang besar.

Beberapa waktu lalu, organisasi hak asasi manusia dan amal internasional, Oxfam, yang berbasis di London merilis sebuah laporan menarik. Menurut organisasi tersebut, ada satu jurus jitu untuk menghentikan penyebaran virus kemiskinan di muka bumi.

Namun jurus tersebut hanya dimiliki oleh 100 orang terkaya atau kelompok satu persen dari populasi dunia. Tahun lalu orang – orang kaya itu menghasilkan pendapatan bersih hingga 240 miliar dolar AS. Jumlah tersebut cukup untuk membuat orang miskin bangkit dari keterpurukan ekonomi mereka.

Krisis keuangan dunia sama sekali tidak mempengaruhi jumlah uang yang bisa mereka hasilkan. Kekayaan mereka justru terus bertambah hingga 60 persen dalam 20 tahun terakhir. Sementara jutaan orang di dunia ini harus bersusah payah mendiamkan perut mereka yang meraung kelaparan.

Direktur kampanye Oxfam Ben Phillips menyatakan, biasanya dunia hanya berbicara tentang ‘mereka yang tidak punya apa-apa’ dan ‘mereka yang punya’. Namun kini, pembahasan harus juga melibatkan ‘mereka yang punya segala-galanya’.

“Kami kelompok antikemiskinan. Kami fokus pada kemiskinan. Kami bekerja dengan orang-orang paling miskin yang ada di dunia. Kami tidak biasa bicara tentang kekayaan. Tapi sekarang keadaannya sudah di luar kendali. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin ekstrem,” ujarnya seperti dikutip Aljazeera.

Sehingga salah satu cara untuk menyelesaikannya hanya dengan menuntut kepedulian kelompok ‘satu persen’ tersebut. Mereka yang memiliki kekayaan ekstrem untuk menyelesaikan kemiskinan ekstrem. Oleh karena itu, mereka berharap para pemimpin dunia berkomitmen mengurangi kesenjangan ekonomi. Setidaknya porsi kesenjangan balik ke level moderat seperti yang terjadi di 1990.

Direktur eksekutif Oxfam Jeremy Hobbs menambahkan, dunia tidak bisa lagi berpura-pura bahwa menciptakaan kekayaan bagi beberapa orang akan memberikan mamfaat bagi banyak orang. Kenyataannya ide tersebut tidak berhasil. “Sumber daya alam kini dikuasai oleh para orang kaya. Bahkan sumber daya dasar seperti tanah dan air kini semakin langka. Hanya sedikit yang ditinggalkan untuk diperebutkan oleh banyak orang,” katanya.

Orang-orang kaya tersebut harus diimbau untuk tidak menekan aktivitas ekonomi dunia dan membuat hidup menjadi lebih sulit bagi orang lain. Apalagi bagi mereka yang berada di posisi terendah tangga ekonomi. Hobbs mengatakan, isu ini harus dibahas secara global dan menyeluruh. Dari soal surga pajak (tax haven) hingga hukum perburuhan.

Menurutnya dengan menutup surga pajak atau wilayah di mana pajak dikenakan pada tingkat tarif terendah atau tidak ada pajak sama sekali, akan menambah penghasilan pajak hingga 189 miliar dolar AS. Saat ini, sekitar 32 triliun dolar AS dari kekayaan kelompok satu persen ditempatkan di wilayah semacam itu.

Menurut Oxfam, kesenjangan si kaya dan si miskin yang ekstrem tidak hanya akan membahayakan secara etis. Namun juga akan membuat ekonomi dunia tidak efisien, politik tergerus, kehidupan sosial terpecah belah, serta lingkungan hidup hancur.

Saya dengan pikiran yang dangkal ini mungkin tidak akan bisa menjadi seperti Mama atau orang-orang tulus lainnya di luar sana. Tapi setidaknya saya tidak boleh komplain atas hidup yang saya jalani dan menyediakan sedikit ruang di otak saya untuk memikirkan ketidakberuntungan orang lain. Hahhh… semoga ini bisa berhasil.

Commentaires


Leave feedback
Recent Posts

© 2023 by DO IT YOURSELF. Proudly created with Wix.com

bottom of page