top of page

LIVERPOOL: BEATLES! BEATLES! BEATLES! TOILET!

Kereta saya pukul 6 pagi menuju Liverpool. Khusus kota yang ini, saya sangat bersemangat. Ini adalah kota yang paling ingin saya kunjungi di Inggris. Alasan utamanya adalah ini kota tempat kelahiran beatles. Awalnya saya suka band ini karena jatuh cinta pada laki-laki penggemar Beatles hahaha. Lucunya, meskipun hubungan itu tidak berhasil, saya tetap suka Beatles. Padahal saya masih ingat saat kuliah, saya akan menganggap teman-teman saya yang menyukai Beatles cuma ingin dianggap berselera musik keren.

Perjalanan naik kereta dari Manchester ke Liverpool tidak sampai satu jam. Kedua kota ini memang tetangga dekat, tiket keretanya pun tidak mahal. Saya tidak punya tempat menginap di Liverpool, sayang sebenarnya padahal banyak sekali yang saya ingin lihat di kota ini. Jadi saya putuskan untuk memamfaatkan waktu seharian sebaik-baiknya. Semua tempat yang ingin saya lihat harus dikunjungi. Ambisius. Makanya hal pertama yang saya lakukan setelah turun dari kereta adalah menitipkan tas punggung saya yang berat di tempat penitipan tas di stasiun. Mahal memang, delapan pound untuk 24 jam menitip barang. Tapi tidak apa-apa dari pada saya tidak leluasa berjalan.

Liverpool adalah kota pertama yang menyadarkan saya kalau WC berbayar itu juga eksis di UK. Saya pikir cuma ada di Indonesia hahaha.30 pence (6.000) untuk kencing 50 pence (10.000) kalau ingin mandi.Mahal yah. Di Indonesia paling mahal cuma 2.000. Peringatan; jangan pernah merupiahkan harga barang apapun yang dijual dalam pound, dijamin stress. Sepertinya cuma ada dua barang di Inggris yang harganya lebih murah ketimbang di Indonesia, pertama nuttela, kedua olive oil.Lainnya, berkali-kali lipat lebih mahal, bayangkan saja gunting kuku dijual 1 pound (20.000). Padahal gunting kuku dengan kualitas sama harganya tidak sampai 5.000 di Jakarta.

Langit Liverpool mendung dan sesekali menumpahkan hujan.Anginnya kencang seperti Newcastle. Berhubung kedua kota ini dekat dengan pantai atau laut. Sebenarnya, hal yang tidak menyenangkan di Negara empat musim terutama ketika winter bukan suhu udaranya yang terus turun hingga di bawah 0, tapi anginnya. Suhu dingin tanpa angin itu tidak masalah.Tapi ini tidak menghalangi saya untuk menyusuri jejak Beatles di kota ini. Jadi dengan langkah riang dan ringan saya meninggalkan stasiun dan menjejakkan kaki di jalanan basah Liverpool.

Dengan berjalan kaki dan berbekal gps saya susuri jalanan kota menuju Penny Lane, daerah pemukiman yang menjadi salah satu inspirasi lagu beatles berjudul sama. Di daerah ini John Lennon menghabiskan masa kecilnya dan di sini juga dia dan Paul McCartney sering bertemu dan berlatih di awal-awal tahun sebelum Beatles jadi terkenal.Ini lagu favorit saya. Sebenarnya jauh sebelum saya bertemu si laki-laki itu. Saya pertama kali mendengarnya dari teman dekat saya di kampus dulu ketika kami berada dalam satu kelompok tugas untuk memproduksi Radio Magazine. Lagu ini dia rekomendasikan untuk jadi musik latar untuk feature radio yang kami buat. Saya langsung jatuh cinta dengan musiknya yang ringan dan ceria. Liriknya pun sederhana tapi bermakna dalam. Tsahhh.

Saya harus berjalan hampir dua jam hingga menemukan Penny Lane. Liverpool jelas bukan kota kecil.Awalnya saya tidak bisa mengenali Penny Lane karena jalan ini tidak berbeda dengan jalan pemukiman lainnya di Inggris. Saya baru sadar ketika melihat tempat potong rambut yang disebutkan dalam lirik lagu Penny Lane. Tidak susah mengenalinya, karena yang punya barber shop memajang papan nama besar yang identik dengan logo the Beatles.

Kemudian saya menemukan papan nama kecil dengan banyak tanda tangan di ujung jalan itu. Ini bukan papan nama jalan Penny Lane yang asli. Tidak lama setelah lagu tersebut nge-hit, papan nama daerah ini langsung hilang. Sehingga pemerintah kota harus menggantinya. Dan ini tidak cuma terjadi sekali, tapi berkali-kali. Jadi papan nama ini sudah diganti puluhan kali. Saya bukan orang satu-satunya yang mencari Penny Lane. Beberapa kali saya bertemu orang-orang yang datang ke papan nama itu dan memotretnya. Beatles memang hebat, bahkan setelah puluhan tahun bubar dan dua di antara personilnya wafat, lagu-lagu mereka bisa tahan menembus zaman.Tidak pernah terasa kuno. Bahkan mereka punya banyak penggemar usia belasan sampai saat ini.

Setelah mengambil beberapa foto sambil mendengungkan lagu Penny Lane di sejalan itu, saya melanjutkan perjalanan ke tempat berikutnya yang menjadi obsesi saya. Strawberry Field. Daerah ini menjadi inspirasi the Beatles untuk lagu berjudul sama, Strawberry Field Forever yang ada di dalam satu album dengan Penny Lane. Jaraknya tidak jauh dari Penny Lane, cuma sekitar 30 menit berjalan kaki. Saya juga hampir melewatkan tempat itu.

Berbeda dari Penny lane, Strawberry Field yang saya lihat waktu itu cuma tanah kosong di pinggiran Liverpool yang ditutupi semak dan dipagari tinggi. Saya mengenalinya karena di gerbangnya ada tulisan Strawberry Field yang dicat berwarna merah.Tidak ada orang yang lewat di daerah itu karena memang bukan daerah pemukiman.Saya hanya bertemu seorang perempuan yang sedang lari pagi dan berhenti sebentar di tempat itu untuk memotret.

Dulunya di balik pagar itu adalah sebuah rumah besar yang kemudian dijual dan dijadikan panti asuhan Salvation Army, sebuah lembaga amal yang cukup terkenal di Inggris. Biasanya setiap musim panas akan ada perayaan di pekarangan panti tersebut dan panggungnya diisi oleh Salvation Army Band. Lennon sangat suka band ini dan tidak pernah sekali pun melewatkan penampilan mereka.

Tujuan saya selanjutnya adalah Beatles Museum yang terletak di dekat pelabuhan Liverpool. Itu bukan satu-satunya museum, di pelabuhan itu ada museum kota, museum buruh, dan museum-museum lainnya yang menarik tapi tidak sempat saya masuki. Saya perlu membayar 10 pound untuk masuk ke dalam museum ini. Mahal memang, tapi saya puas. Selain tiket saya mendapatkan audio guide yang suaranya diisi oleh adik kandung Lennon.

Museum itu menceritakan masa sebelum Beatles terbentuk.Ketika Lennon masih bergabung dengan bandnya, the Quarrymen.Kisah pertemuan McCartney dan Lennon, pertemuan McCartney dan George Horrison yang kemudian berkenalan dengan Lennon, dan kisah penasbihan Ringo Starr sebagai drummer baru. Penceritaan

yang menarik, barang-barang peninggalan personil the Beatles, dan ruangan-ruangan yang ditata mirip dengan lokasi bersejarah bagi band tersebut (matthew streat, kubururan Eleanor rigby, abbey studio, Cavern Pub, Yello Submarine), membuat saya betah berlama-lama di museum itu. Ditambah lagi lagu the beatles yang diputar berulang-ulang, membuat telinga saya nyaman.

Saya masih punya tiga jam sebelum kereta berangkat ke kota berikutnya. Maka setelah keluar dari The beatles museum saya masuk ke museum kota Liverpool yang tidak jauh jaraknya. Saat itu hujan makin parah dan angin semakin kencang, maka museum Liverpool adalah pilihan terbaik untuk beristirahat sebentar dan meminjam toilet gratis. Museum ini seperti museum kota lainnya yang menceritakan sejarah kota dari zaman es sampai sekarang. Liverpool adalah kota pelabuhan tersibuk di Inggris. Layaknya kota pelabuhan, kota ini punya banyak hiburan bagi para awak kapal yang berlabuh. Pub dan restoran yang menyuguhkan live music, ada di mana-mana.Ada banyak pilihan teater yang bisa ditonton.

Sudah semakin sore dan saya melanjutkan perjalan saya ke Matthew Street. Jalanan itu identik dengan the Beatles karena ada the Cavern Club di sana. Sebuah pub yang dulunya menjadi tempat manggung the Beatles setiap malam sebelum terkenal.Perjalanan menjadi tenar tidak mudah bagi the Beatles.Banyak perusahaan rekaman yang menolak sampel musik mereka dulu sebelum ditemukan George Martin, produser EMI, yang sebenarnya juga punya keraguan saat memutuskan untuk memproduksi album band ini. Di Cavern Club, Lennon selalu duduk di kursi di dekat toilet perempuan. Dia senang melihat perempuan-perempuan masuk toilet dan yang terburu-buru keluar toilet sambil memperbaiki rok.Fiuh.

Perjalanan saya kembali ke stasiun kereta melewati City Centre cukup menyenangkan. Langkah berat dan letih saya terobati dengan lagu the Beatles yang terdengat di setiap sudut kota. Lalu tepat pukul 7 malam, saya melanjutkan perjalanan saya ke kota lain.

Leave feedback
Recent Posts
bottom of page